Apakah
kau bisa lihat ? aku menuliskan ini di tempat kerjaku dengan wajah yang entah
bagaimana jika aku bercermin. Setelah kemarin aku mendengar kabarmu dari ibuku,
jelas aku terkejut dan begitu terpukul.
Menangis,
ya menangis tiada henti dan sekaligus tanpa malu di hadapan banyak orang yang
ada di rumahku. Kau tahu kan? Rumahku adalah ruko, pasti kan banyak orang yang
melihatku. Tapi bukan hanya itu, dengan sangat kebetulan, dirumahku kedatangan
tamu dari keluarga. Oh tambahlah tak tahu malu. Umur yang sudah meranjak
dewasa, sudah bekerja, tapi pulang kerja mentalku masih seperti anak TK yang
menangis jika permennya jatuh.
Tapi
mengapa bisa ku menangisimu? Aku menangis karna tak sempat menengokmu dan
bahkan belum memberimu semangat hidup saat kau berada di RS. Ya, sungguh aku
menyesalkan ini. Kau tahu? Pada saat kutahu kabarmu sedang sakit parah saja,
aku cemas dan ingin sekali menengokmu. Waktuku kini berbenturan dengan
pekerjaanku, terlebih aku tak tahu kau di rawat dimana karna ibumu jarang sekali
terlihat dan sulit untuk sekedar menanyakan kabarmu.
Lantas
jika hanya itu, mengapa aku terus menangis? Ini memang sulit dan berat untuk ku
jelaskan, kau teman masa kecilku. Kita mulai kenalpun hanya karna berebutan
anak kucing. Kau ingat? Aku pernah menangis karna ulahmu yang menuduh aku
mencuri anak kucing itu. Padahal, anak kucing itu datang sendiri kerumahku. Selanjutnya
kitapun berteman baik. Aku menjadi anak perempuan yang senang bermain layang-layang
dan kelereng karnamu. Menjadi sering berlari pagi bersamamu, padahal sebelumnya
aku sangat malas sekali lari pagi.
Kau
teman kecilku yang berbeda dengan teman kecilku yang laki-laki lainnya. Anak laki-laki
lain enggan bermain dengan anak perempuan, katanya perempuan itu cemen, gampang
nangis, dan lainnya. Tapi kamu? Masih tetap ingin bermain denganku dan tidak
seperti anak laki-laki lainnya. Kau pun tetap menjadi anak laki-laki yang nakal dan
benar2 menjengkelkan jika bermain bersama anak laki-laki lainnya. Tapi saat kau
bermain denganku, kau baik, sopan, dan tidak banyak ulah.
Oya,
aku sempat juga menyukaimu kalau tak salah ingat. Tapi aku tak mengerti apakah itu
suka artinya cinta atau suka artinya senang bermain denganmu. Aku lupa soal
itu, yang jelas dulu menyenangkan :')
Kita
pun berhenti bermain setelah aku memasuki jenjang pendidikan menengah pertama. Ya,
cukuup lama sekali tak bermain. Paling tidak bertemu saat dijalan, di warung, atau
tempat lainnya kita hanya mengobrol sedikit dan selesai. Tak jauh beda kau
dengan yang dulu saat kita bertemu kala itu. Kau masih saja menyapaku dengan
sopan, dan kadang memberikan senyumanmu kepadaku dengan tulus. Bahkan kita
pernah digoda oleh ibuku kalau kita saling jatuh cinta. Ahahaha lucunya :')
Namun,
cerita manis menjadi kenangan kini. Aku disini hanya bisa menyunggingkan
senyumku dengan mata bengkak karna habis menangis semalamam, dan rambut yang
agak lumayan kusut. Aku tetap menulis ini karna Bos ku sedang tak memperhatikan
kerjaanku. Ya, ambil kesempatan dari kesempitan sepertinya.
Semua
tak menyangka kau pergi secepat ini Imam. Kau terkenal dengan kesopananmu itu,
mengidap penyakit kanker darah yang begitu parahnya. Penyakit yang benar-benar
akan mengambil nyawa seseorang. Aku tak bisa membayangkan betapa sakitnya kau
saat mengalami penyakit tersebut.
Kini,
aku masih saja meneteskan air mata sambil menulis ini. Dan mungkin cukup berat
bagiku kehilanganmu hey Imam Bonjol ! (ejekanku dulu). Dengan tulisanku ini,
akupun berdoa kepada Yang Maha Esa, agar semua dosamu terampuni oleh Nya.
Tuhan,
sambutlah ia dengan maha kehalusanmu. Rangkul ia dengan maha kasih cintamu yang
hangat. Buatlah ia bahagia disana bersamaMu selamanya.
Selamat
jalan Imam Mustaqim ! semoga kita berjumpa pada satu kebahagiaan yang begitu
menakjubkan. Agar kita bisa bermain bersama seperti layaknya dulu kala.
Doaku selalu menyertaimu
:’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar